Banyak banget yang bertanya-tanya setelah nonton film Pengabdi Setan 2: Communion: kenapa ustaz kalah sama setan lagi? Tapi, ada pertanyaan lain yang nggak kalah penting: kenapa Tari juga harus kalah di film ini?
Setelah tiga tahun terlepas dari teror mendiang Ibu (Ayu Lakshmi), Rini (Tara Basro), Bapak, dan kedua adiknya kembali dihantui oleh kengerian yang nggak ada habisnya. Mereka pindah ke rumah susun (rusun) untuk cari keamanan, tapi nyatanya, kejahatan tetap mengejar mereka.
Tagline film ini, “Teror Ibu Sepanjang Masa,” menggambarkan dengan tepat bahwa sosok Ibu masih jadi ancaman besar. Tapi, di film kedua ini, Ibu nggak banyak muncul seperti di film pertama. Sutradara Joko Anwar menggantinya dengan teror yang datang dari pocong-pocong dan ketakutan dalam diri para karakternya sendiri.
Pocong Sampai Rasa Bersalah Jadi Sumber Teror
Film ini dibuka dengan pocong yang langsung bikin bulu kuduk merinding. Joko Anwar kayaknya mau mengingatkan penonton soal pocong-pocong yang muncul tiba-tiba di akhir film pertama. Meski minim kemunculan Ibu, Pengabdi Setan 2: Communion tetap serem banget. Joko berhasil membangun suasana horor bukan cuma dari setan, tapi dari alur cerita yang intens.
Puncak ketegangan terjadi saat ada insiden di rusun yang merenggut banyak nyawa. Korban-korban itu dibiarkan terbaring di ruang tamu masing-masing, terbalut kain kafan, menunggu dimakamkan. Situasi makin mencekam setelah banjir bandang memutus aliran listrik. Warga rusun yang tersisa mulai merasa ada yang aneh dengan kejadian ini.
“Bersiaplah sujud kepada Dia yang akan lahir,” sebuah suara menyeramkan terdengar, mengiringi padamnya lampu. Meskipun nggak jelas siapa yang berbicara, suasana itu jadi tanda bahwa sesuatu yang buruk bakal terjadi.
Teror ini nggak cuma datang dari pocong, tapi juga dari rasa bersalah yang menghantui para karakter. Contohnya Wina (Nafiza Rani), anak rusun yang selamat dari tragedi yang menewaskan teman-temannya. Meski lolos dari maut, Wina dihantui oleh bayangan teman-temannya yang tewas mengenaskan. Begitu juga dengan ibunya, yang akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Karakter lain juga punya beban rasa bersalah masing-masing. Wisnu (Muzaki Ramadhan) dihantui hantu bapaknya yang tewas terbakar. Tari (Ratu Felisha) dihantui oleh bayangan dosa masa lalu karena aborsi. Toni (Endy Arfian) terus dibebani keinginannya untuk selalu menolong orang lain. Bahkan Bapak (Bront Palarae) sendiri terjebak dalam utang pada sekte misterius yang terus mengejar keluarganya.
Ustaz yang Nggak Selalu Jadi Jawaban
Biasanya, pemuka agama di film horor adalah solusi jitu untuk melawan kejahatan. Contohnya, dalam The Exorcist (1973) atau The Conjuring (2013), pastor berhasil mengusir setan. Di Indonesia, film seperti Makmum (2019) dan Pengabdi Setan versi 1980 juga mengandalkan peran ustaz untuk menang melawan teror supranatural.
Tapi, Joko Anwar punya pendekatan berbeda. Di Pengabdi Setan 2, ustaz justru nggak bisa jadi penyelamat. Pak Ustaz yang diperankan Kiki Narendra digambarkan sebagai sosok humoris yang peduli dengan warga rusun. Dia rajin mengingatkan untuk salat dan hanya takut kepada Allah. Tapi, akhirnya, dia juga tewas mengenaskan di tangan setan.
Padahal sebelumnya, Pak Ustaz sempat meyakinkan Tari bahwa salat bisa melindungi dari setan. Sayangnya, itu nggak cukup. Saat Tari mencoba salat, terornya malah jadi kenyataan. Mungkin karena dalam hati kecilnya, Tari masih takut dengan setan. Ini menunjukkan bahwa iman saja nggak selalu cukup untuk melawan kekuatan jahat.
Kenapa Joko memilih untuk membuat ustaz kalah? Jawabannya mungkin karena dia ingin menggambarkan realitas bahwa ustaz hanyalah manusia biasa. Ada kekuatan yang jauh lebih besar dan nggak bisa dilawan hanya dengan doa.
Nonton Film Pengabdi Setan 2: Communion Disini: https://www.filmgratis21.com/pengabdi-setan-2/
Tari: Korban Stereotip Masyarakat?
Di film ini, karakter Tari punya peran yang cukup menarik tapi juga tragis. Dia digambarkan sebagai perempuan yang punya masa lalu kelam, bekerja di tempat biliar, dan sering dianggap sebagai “perempuan penggoda.” Bahkan Bondi, adik Rini, menyebutnya dengan istilah yang merendahkan.
Tapi, Tari bukanlah perempuan lemah. Dia mencoba melawan terornya sendiri. Sayangnya, Joko Anwar tetap memilih untuk mengorbankan nyawa Tari. Hal ini bikin kita bertanya-tanya: apakah kematian Tari adalah hukuman atas dosa masa lalunya (seperti aborsi), atau sekadar refleksi stereotip masyarakat terhadap perempuan seperti dia?
Kematian Tari diiringi oleh suara dari radionya yang menyatakan, “Padahal semua yang dia lakukan itu baik, tapi dia tetap masuk neraka.” Kalimat ini seolah menegaskan bahwa nggak peduli sebaik apa pun Tari mencoba berubah, dia tetap dihantui oleh masa lalunya.
Pertanyaan Besar yang Belum Terjawab
Film ini meninggalkan banyak tanda tanya bagi penonton. Salah satu pertanyaan besar adalah: apakah kejahatan diciptakan bersamaan dengan kemanusiaan? Dan kalau iya, bagaimana cara mengalahkannya?
Di akhir film, Joko kembali menggunakan karakter Budiman (Egi Fedly) sebagai penyelamat tak terduga. Kali ini, dia membawa senjata seperti pistol, kelereng, dan alat penyiksaan abad pertengahan untuk melawan sekte jahat. Tapi adegan klimaksnya terasa terlalu cepat dan belum benar-benar menyelesaikan semua misteri.
Kemungkinan besar, Budiman akan memegang peran penting di film berikutnya. Apakah akhirnya manusia akan bisa berdamai dengan kejahatan, atau salah satu dari mereka harus kalah? Kita tunggu jawabannya di sekuel berikutnya.
Kesimpulan
Pengabdi Setan 2: Communion adalah film horor yang bukan cuma menyeramkan, tapi juga penuh refleksi. Lewat cerita yang kompleks, Joko Anwar mengajak kita untuk berpikir ulang tentang keimanan, rasa bersalah, dan bagaimana manusia menghadapi kekuatan jahat yang melampaui batas.
Buat kamu yang belum nonton, siap-siap dibuat nggak nyaman dengan ketegangan yang dibangun sepanjang film. Dan buat yang sudah nonton, pertanyaannya: siapa yang menurut kamu sebenarnya menang di akhir cerita ini? Tuhan, setan, atau manusia itu sendiri?